Jumat, 03 Januari 2014

KETIKA WAKTU DATANG TERLAMBAT

Berita menyedihkan itu terngiang-ngiang di telingaku, hingga ia terekam sempurna dan membuatku seolah memasuki sendiri momen menyedihkan yang menakutkan bagiku dan sebagian besar manusia lainnya.Dan tiba-tiba saja, akulah yang melakoni peran utama dalam episode menyedihkan ini.

“Lihatlah dia, lihatlah…! Sungguh kasian…”
“Duduklah di sampingnya, dampingi ia !”
“Aku sungguh tak sanggup. Aku sungguh tak sanggup berada di sampingnya, melihat penderitaanya.”

Bisik-bisik itu benar-benar mengusikku. Karena aku tahu, semua perkataan mereka dinisbatkan padaku. Mereka menyerukan bentuk keperihatinan yang teramat menyedihkan. Seruan-seruan mereka mengungkapkan rasa kasian yang mendalam terhadapku. Benarkah aku tengah terlihat teramat menyedihkan dan membutuhkan belas kasihan?! Aku sendiri tak mengerti bagaimana bentuk wajahku sebenarnya, karena ia terasa seperti tak memiliki bentuk apapun, sereasa telah menghilang.

Source : Google Pics

Samar-samar, aku mulai memandang sekeliling.Memperhatikan satu per satu  wajah mereka. Wajah-wajah itu memandang prihatin dan penuh kepedulian pada ku. Make up penghias wajah mereka luntur oleh bulir-bulir bening yang  mengalir melewati pipi-pipi merah mereka. Lalu, aku melihat hidung mereka menjadi merah seperti tomat. Mereka terisak-isak hebat. Ah, kenapa kalian menangis? Aku sungguh tak membutuhkan air mata kalian! Seruku. Namun tahukah, mereka sama sekali tak mendengarku. Aku mencoba untuk meneriakkan suaraku, tapi tetap saja nihil. Mereka benar-benar tak mendengarkanku. Apa aku sungguh menghilang? Ini episode yang sungguh aneh. Ah, tidak-tidak! Mungkin aku hanya berseru dalam hati saja. Siapa pula yang bisa mendengar bisik-bisik hati yang ramai ini. Maka kemudian, aku mulai menggerakkan bibirku, menutup pita suara agar seruanku tak hanya dalam hati saja. Namun, lagi-lagi hasilnya nihil. Aku tak mampu melontarkan kalimat apapun, bahkan hanya untuk melafazkan kata “a” saja aku tak kuasa. Sungguh teramat menyedihkan!

Ya, aku tak seharusnya mempertahankan jubah kesombonganku, toh aku benar-benar tak berdaya. Mungkin saja mereka benar. Seharusnya aku memang membenarkan pandangan-pandangan keprihatinan mereka kepadaku, bahwa aku tengah terkulai lemah tak berdaya. Bahwa aku memang terlihat menyedihkan dan butuh belas kasihan.

Seketika, ada rasa yang menelusup hebat di benakku. Desir perasaan takut yang luar biasa. Yang rasanya tak mampu aku deskripsikan dengan bahasa, karena aku seolah tak menguasai bahasa apapun untuk mengungkapkannya. Dan biasanya perasaan janggal seperti ini, akan memiliki kesan yang tak mampu terlupakan. Tapi, apa aku sempat untuk mengingat rasa ini di hari-hari nanti? Atau, mungkin saja, tak ada hari esok lagi untukku?! aku sungguh ketakutan hingga tubuhku menggigil. Mereka mulai mendekatiku dan menyelimutiku dengan kain-kain tebal. Kondisiku tak berubah, tubuhku bahkan semakin menggigil. Ada seseorang yang mendekapku erat, aku mendengar isak tangisnya. Isakan yang tak biasa. aku baru saja mendengar tangisan pilu yang teramat menyedihkan. Aku tau, dia pasti salah satu dari orang-orang terkasihku dan orang-orang yang menyayangiku. Bayang-bayang mereka terlukis dalam binarku. Mereka hadir dalam lukisan yang tak biasa, dengan wajah-wajah teristimewa, tercantik dan termanis yang mereka miliki. Kenapa di saat yang paling menyedihkan seperti ini, lukisan-lukisan wajah terindah mereka hadir hingga membuatku enggan untuk meninggalkan mereka?!

Seiring bayang-bayang mereka yang kian hadir memenuhi pandanganku, perasaan takut semakin menghujam hatiku tanpa ampun. Membuatku ciut dan begitu kerdil. Maka, aku hanyalah serpihan tanah kotor yang tak memiliki kuasa apapun. Butiran debu tak berharga yang teromabng ambing ditiup angin tak berdaya. Inilah kesadaran yang benar-benar menakutkan, yang waktu datangnya selalu terasa terlambat, saat ketidak berdayaan dan keterpurukan melanda. Seolah bukan waktu yang tepat. Tapi tahukah, tak ada waktu yang tak tepat disisi Alloh sebagaimana tak ada yang kebetulan. Semuanya telah diatur, yang tak akan pernah memiliki kesia-siaan. Dan ketika saatnya tiba, maka tak ada yang mampu menghindar dari takdirNya

Aku mulai pasrah. “Jika memang ini waktu untuku kembali ke hadapanMu ya, Alloh…, kasihanilah aku, rahmati aku dengan rahmatMu.”

Kenyataan-kenyataan lalu mulai datang tumpang tindih, dan pernyataan “ternyata” mulai berdalih memojokkan. Aku takut, karena bukan seperti itu yang ku inginkan. Aku ingin bertemu denganMu dengan perasaan yang penuh suka cita, dengan keikhlasan yang sebenar-benarnya, dengan sunggingan senyum menawan di wajahku.  Sesungguhnya, kesombongan itulah yang menjadi satir perkenalanku dengan Tuhan. Ialah yang selalu menjadikan waktu terasa datang terlambat.






 Tentang Jazmina Shofiya

Karir menulis amatirnya sudah dimulai sejak kecil sedangkan debut profesionalnya sedang akan dimulai.Mahasiswi sastra arab UIN Maliki Malang yang sangat menggemari Tere-liye ini memiliki karakter kepribadian nyaris sama dengan karakter tulisannya,Melankolia.Jika membaca karya tulisnya,siapkanlah tisu basah dan berpura-puralah menangis. 




Ingin berdiskusi mengenai permasalahan sastra pada Shofiy.Berbicaralah secara personal dengannya melalui Form ini


   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar